Perempuan dan Kecantikan ala Media

By Laili Muttamimah - March 19, 2016

Oleh Laili Muttamimah*



Setiap perempuan pasti menginginkan dirinya menjadi cantik. Banyak perempuan rela mengeluarkan uang hanya untuk melakukan suntik putih atau sedot lemak demi mendapatkan label ‘cantik’ dari orang lain. Bagi mereka, memiliki tubuh ramping, kulit putih,mulus, dan rambut lurus adalah penggambaran ‘cantik’ yang sebenarnya. Padahal, cantik adalah perihal yang subjektif, di mana setiap orang memiliki standar masing-masing untuk menggambarkannya. Akan tetapi, tampaknya penggambaran cantik dalam benak perempuan, khususnya di Indonesia, tidak jauh dari sosok tinggi semampai dengan kulit putih merona seperti yang ditayangkan iklan-iklan di televisi. Secara tidak sadar, kaum hawa pun mulai membandingkan diri mereka dengan model-model yang mereka temui di media dan menetapkan standar ‘cantik’ bak model tersebut dalam diri mereka.

Di dalam komunikasi massa, ada satu teori bernama Media Stereotyping. Teori ini menjelaskan bagaimana media memberikan pemahaman umum tentang orang atau kelompok di dalam masyarakat, terkait kelas, etnik, ras, gender, orientasi seksual, peran sosial, dan jabatan, melalui stereotip. Stereotip ini digunakan untuk mengidentifikasi orang atau situasi tertentu agar mudah dipahami oleh khalayak ketimbang memberikan penjelasan yang lebih kompleks. Biasanya, khalayak—terutama perempuan—akan lebih mudah mencerna iklan produk kecantikan dengan slogan“Kulit Cantik Merona Seperti Mutiara” dibanding slogan panjang tanpa menjelaskan stereotip ‘cantik’ di dalamnya. Mereka akan senantiasa membeli produk yang diiklankan dengan harapan memiliki kulit seperti yang ditayangkan dalam iklan-iklan tersebut. Secara tidak langsung, stereotip yang digunakan media menanamkan pemahaman tersendiri dalam benak khalayak (kultivasi) sehingga mereka berpikir penggambaran yang disajikan oleh media adalah sama dengan realita.

Menurut Douglas Kellner dalam bukunya Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and the Postmodern (1996), budaya media menunjuk pada suatu keadaan di mana tampilan audio dan visual atau tontonan-tontonan telah membantu merangkai kehidupan sehari-hari, mendominasi proyek-proyek hiburan, membentuk opini politik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang. Selama ini, media di Indonesia selalu mempertontonkan model cantik dengan kulit putih, rambut lurus, tubuh langsing dan tinggi dalam iklan televisi maupun majalah, khususnya untuk produk kecantikan. Tak hanya itu, model-model di sampul majalah pun menggambarkan sosok yang sama, seolah-olah ‘cantik Indonesia’ adalah seperti yang digambarkan oleh model tersebut. Bayangkan jika suatu hari, model-model produk kecantikan di media berubah menjadi sosok yang berbanding terbalik dengan yang digambarkan saat ini, apakah khalayak tetap menganggap bahwa model itu cantik?

Ketika iklan-iklan kecantikan semakin semarak, perempuan mulai mengkhawatirkan kondisi tubuhnya. Mereka sering kali mengomentari diri sendiri saat mematut diri di cermin, mengeluh bahwa diri mereka kurang putih, kurang kurus, atau kurang tinggi. Hal itu secara natural timbul dalam diri perempuan, membuat tingkat kepercayaan diri mereka perlahan menurun ketika menyadari diri mereka jauh dari bayangan ‘cantik’. Perempuan akan merasa sedikit minder ketika bertemu dengan perempuan lain yang lebih cantik, apalagi jika ada orang yang membandingkan mereka.

Selain untuk dipuji, alasan perempuan ingin menjadi cantik adalah untuk menarik perhatian laki-laki. Perempuan akan senantiasa melakukan diet ketat demi mendapatkan hati laki-laki yang mereka sukai. Apalagi jika laki-laki itu punya kriteria perempuan idaman tersendiri, perempuan pasti tidak bisa tidak peduli dengan kondisi fisiknya begitu saja. Stereotip tentang perempuan ‘cantik’ yang digambarkan oleh media tidak hanya membentuk opini tentang ‘cantik’ di dalam benak perempuan, tapi juga laki-laki. Itu mengapa, terkadang laki-laki suka melabeli perempuan ‘cantik’ seperti fantasi mereka sesuai yang mereka lihat di media.

Sebagian kecil khalayak memang sudah memiliki pemikiran yang terbuka dalam menanggapi hal ini, mereka percaya bahwa ‘cantik’ bukan melulu soal putih dan langsing, tapi juga hal-hal internal dari si perempuan yang mendukungnya. Akan tetapi, sebagian besar perempuan masih belum terbuka dalam memikirkan hal ini, karena itu mereka masih berlomba-lomba menggunakan segala jenis krim pemutih wajah sampai obat pelangsing demi menjadi ‘cantik’. Apakah ketika mereka sudah berhasil mendapatkan tubuh langsing, kulit putih, dan rambut lurus, mereka telah menjadi ‘cantik’ seutuhnya? Apakah ketika kita memiliki kondisi fisik sebaliknya, maka semua orang dalam sekejap akan menjauhi kita?

Semestinya kaum perempuan tahu bahwa stereotip ‘cantik’ yang digambarkan oleh media hanyalah sebatas pesan untuk mempromosikan produknya dengan harapan mampu memengaruhi perilaku khalayak ketika menonton atau melihat iklan tersebut. Yang demikian itu kalau di sadari, tidak akan membuat perempuan menjadi pemimpi dengan menginginkan tubuh ‘ideal’ seperti yang ada di media. Kita semua tahu, bahwa persoalan fisik sebenarnya tidak menjamin baik atau buruknya kepribadian seseorang. Pepatah “cantik bukan dilihat dari fisik, tapi dari hati” pun rasanya sudah menjadi hal yang ditelan bulat-bulat oleh khalayak, khususnya perempuan. Itu mengapa, sudah saatnya perempuan berhenti mengeluhkan lemak di tangannya atau kulitnya yang kecoklatan, hanya karena merasa dirinya berbeda dengan model-model di media. Sejatinya, cantik adalah persoalan bagaimana seorang perempuan mampu menunjukkan etika serta etiket yang baik di lingkungan masyarakat. Fisik akan berubah seiring berjalannya waktu, namun kepribadian adalah satu hal yang dibangun secara naluriah dalam diri manusia. Mengapa perlu merepotkan perut yang tidak rata atau rambut yang keriting jika perempuan itu memiliki prestasi dan kepribadian yang jauh lebih baik untuk dibanggakan? Perempuan seharusnya merasa cantik ketika dirinya mampu melakukan suatu pekerjaan yang orang lain pikir ia tidak bisa melakukannya, apalagi jika mereka memiliki potensi dan prestasi yang membuat citranya tidak hanya dikenal sebagai perempuan ‘cantik’ tapi juga ‘pintar’ dan ‘cerdas’. Perempuan akan terlihat cantik ketika mereka mencintai diri mereka sendiri, dengan menikmati setiap pakaian dan aksesoris yang mereka kenakan, hobi yang mereka sukai, juga pekerjaan yang bisa menginspirasi orang lain.

Kulit putih, tubuh langsing, dan rambut lurus hanyalah definisi cantik yang digambarkan oleh media, namun realitanya, setiap perempuan mampu terlihat cantik dengan cara mereka masing-masing. Orang-orang yang mengenal baik diri kita dapat melihat kecantikan alami dalam diri kita dengan sendirinya. Mereka yang bertahan dengan kita sampai hari ini adalah orang-orang yang patut dihargai, karena mereka telah menghargai segala kelebihan serta kekurangan yang ada dalam diri kita. Dengan demikian, cantik dalam pengertian yang sebenarnya adalah mampu mengharumkan namanya sendiri dengan meraih prestasi sebanyak-banyaknya, melakukan pekerjaan yang bisa membantu dan memotivasi orang lain, juga memiliki etiket dan wawasan yang membuat orang lain dengan sukarela menghargainya. Dan menjadi perempuan seharusnya sekaligus menjadi tidak takut merasa tidak disukai, bunga rafflesia yang tak harum pun masih memiliki penggemar yang menantinya mekar dari tahun ke tahun.

Kaum perempuan sebaiknya berhenti menjadikan diri mereka sebagai korban dari maraknya stereotip media.Mereka mestinya melihat diri mereka di depan cermin dan tersenyumlah lebar-lebar seraya mensyukuri setiap bentuk tubuhyang diciptakan-Nya. Karena kita tak pernah tahu, ada ribuan orang di luar sana yang menanti senyuman terukir di wajah kita setiap harinya. Keadaan fisik kita sama sekali tidak mengubah nilai diri kita sebagai manusia. Oleh karena itu, mereka harus bangga menjadi cantik dalam realita. Selamat hari perempuan untuk seluruh perempuan cantik di dunia!


Penulis adalah mahasiswi prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina.


Tulisan ini dimuat di Desantara Foundation. http://www.desantara.or.id/2016/03/perempuan-dan-kecantikan-a-la-media/ 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar