Belajar Nulis Skenario Bareng Ernest Prakasa!

By Laili Muttamimah - July 15, 2018

Credit: IG @kelas_skenario

Pengalaman nulis nambah lagi, ayey! Alhamdulillah, hari Sabtu kemarin, saya mendapat kesempatan untuk ikutan #KelasSkenarioErnestPrakasa yang diselenggarakan di lima kota. Kebetulan karena saya tinggal di Bekasi, jadi saya pilih Kelas Jakarta. Jujur, waktu dapat info soal kelas menulis ini, awalnya sempat nggak pede karena saya merasa 'jauh' banget sama dunia perfilman, ditambah lagi ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi hingga nantinya Koh Ernest Prakasa bakal menyeleksi hasil jawaban dan menentukan siapa saja yang lolos mengikuti kelas skenario. Kurang lebih dalam persyaratan itu, kami diminta untuk menganalisis 10 film favorit dari sisi skenario dan memberikan ide cerita. Tapi, perasaan 'jauh' itulah yang pada akhirnya membulatkan tekad saya untuk mencoba ikut kelas ini. Saya selalu penasaran dengan teknik menulis skenario sejak SMA, mungkin ini waktunya untuk membuka diri belajar sesuatu yang baru (nggak melulu workshop nulis novel). Di sisi lain, Koh Ernest udah menangin beberapa penghargaan skenario terbaik, siapa sih yang nggak mau diajarin sama doi? :")

Nah, kali ini saya pengin berbagi pengalaman soal #KelasSkenarioErnestPrakasa. Mungkin temen-temen ada yang sempat ikutin juga kelas skenario Koh Ernest dari IG LIVE @kelas_skenario, jadi udah ada gambaran soal materi yang disampaikan sama Koh Ernest. Berhubung saya juga belum jago soal skenario, jadi pembahasan di bawah ini terbatas pada pemahaman saya aja, ya. Semoga membantu!

Diawali dengan premis

Buat temen-temen yang pernah menulis novel, cerpen, teater, atau format cerita fiksi apa pun, pasti sudah nggak asing sama premis. Bisa dibilang, premis adalah dasar seorang penulis membuat cerita. Jadi, sebuah tulisan nggak bakal tercipta kalau penulisnya aja nggak tahu premisnya apa. Unsur dari premis sederhananya ada tiga, yaitu Character, Goal, dan Obstacle

Character adalah tokoh yang nantinya bakal 'hidup' dalam cerita kita. Sebenarnya nggak harus orang sih, kalau kita mau bikin karakter kita sebagai hewan, tumbuhan, sampai hantu juga bebas aja. Intinya, character adalah sosok yang akan kita mainkan. Untuk menentukan karakter sendiri sebenarnya cukup kompleks, karena seperti halnya manusia, karakter fiktif pun juga butuh unsur tiga dimensi, yaitu fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Tapi, sederhananya, unsur fisiologis itu mencakup gambaran fisik tokoh secara detail, seperti apa wajahnya, rambutnya, kulitnya, dan masih banyak lagi. Psikologis itu menjelaskan kepribadian si tokoh, sifat baik dan buruknya, motivasinya, bahkan ketakutannya. Terakhir, sosiologis itu mencakup bagaimana strata sosialnya, idealismenya, sampai tingkat pendidikannya. Sebenarnya butuh postingan khusus untuk membahas tentang pembentukan karakter (ini buat temen-temen yang belum pernah terjun menulis fiksi), nanti deh saya coba tulis kalau mood-nya lagi bagus.Tapi intinya, karakter dibuat sehidup dan semanusiawi mungkin (kalau tokohnya manusia) supaya lebih relate aja ke dunia nyata. 

Beralih ke Goal, setiap orang pasti punya tujuan dalam hidupnya, begitu pula karakter di dunia fiksi. Kita harus tentuin tujuan tokoh dalam cerita, kira-kira hal apa sih yang mau dia capai? Tujuan hidup manusia di dunia nyata memang biasanya lebih dari satu (dasar banyak mau! Hahaha), tapi untuk cerita fiksi, kita cukup nentuin satu goal yang mau diceritain. Goal ini terdiri dari wants dan needs. Wants itu tujuan yang diinginkan si tokoh, sedangkan needs yang dibutuhkan (tapi kadang nggak disadari). Kadang-kadang, tokoh bisa jadi nggak berhasil mencapai wants-nya, tapi dia harus mendapatkan sesuatu dari needs-nya (at least, they learn something from losing their wants). Ketika menentukan tujuan, ada juga yang disebut StakeStake itu semacam pertaruhan "kalau goal dari karakter kita nggak tercapai gimana? Sepenting itukah sampai harus tercapai?". Misal, tokohnya anak SD dan tujuannya mau beli pecel lele. Apa sih pentingnya? Kalau nggak penting, mending diganti tujuannya. Tapi, misalnya, anak itu mau beli pecel lele karena ibunya lagi hamil, ngidam parah, dan nggak mau makan selain makan pecel lele, tujuannya jadi lebih kuat. 

Nah, seperti halnya hidup yang nggak selalu berjalan sempurna, dalam cerita fiksi pun, karakter kita harus menghadapi Obstacle. Kehadiran unsur hambatan ini selain bikin cerita jadi lebih hidup, bisa juga menambah nilai keseruan cerita. Bayangin aja, misal si anak SD  mau beli pecel lele, tapi di awal cerita dia udah berhasil dapetin pecel lele-nya. Nggak ada hambatan sama sekali. Kurang greget, kan? Itu kenapa kita butuh hambatan agar karakter kita punya cerita dalam menggapai tujuannya. Obstacle ini juga sifatnya harus berdasar dan fundamental. Contohnya si anak SD mau beli pecel lele, dia mendapat hambatan karena uangnya dipalak preman atau tukang pecel lele-nya pindah lokasi. Itu cukup fundamental lah, ya. Jangan sampai si anak ini jadi gagal beli pecel lele gara-gara di tengah jalan dia mikir "eh beli rujak kayaknya enak deh, gue beli rujak aja ah", itu adalah hambatan yang sebenarnya bisa dihindari secara internal, makanya nggak bisa jadi hambatan. Dalam Obstacle juga ada Deadline, yaitu alasan mengapa goal-nya harus segera tercapai. 

Jadi, kurang lebih itulah premis dalam cerita, ketika karakter punya tujuan, tapi harus menghadapi hambatan untuk mencapainya. Saran dari Koh Ernest, premis yang baik adalah ketika karakter mengejar tujuan dengan kuat, tapi hambatannya juga nggak kalah full-speed buat menghalangi dia. 

Contohnya saya ambil dari salah satu film Koh Ernest, yaitu Susah Sinyal. Karakternya adalah Ellen (Adinia Wirasti) yang tujuannya ingin membangun hubungan baik dengan anak perempuannya. Tapi, hambatan terbesarnya adalah Ellen ini single parent yang bekerja sebagai pengacara sehingga sibuk dan nggak pernah punya waktu untuk anaknya. Stake-nya, kalau misalnya Ellen nggak berhasil bangun hubungan baik dengan anaknya, mereka bakal perang dingin selamanya yang mana itu nggak bagus buat hubungan keluarga. Deadline-nya, mereka baru ditinggal pergi salah satu anggota keluarga yang selama ini menjembatani mereka, alhasil mereka harus tinggal berdua. Kapan lagi harus memperbaiki hubungan kalau nggak sesegera mungkin?

Nah, sebelum terjun membuat skenario, pastikan bahwa kita sudah punya premis yang mencakup unsur-unsur di atas terlebih dahulu.

Menentukan 8 Sequences

*tarik napas dulu*

Untuk membuat suatu dasar skenario, ada satu teknik yang diperlukan, yaitu 8 Sequences. Saya pernah denger soal teknik ini sebelumnya, tapi nggak tahu detailnya bagaimana. Akhirnya, saya bisa dapat penjelasan, bahkan praktik langsung ngerjain 8 Sequences di #KelasSkenarioErnestPrakasa. Jujur, saya penulis yang jarang merhatiin teknik kalau nulis. Dari dulu saya belajar nulis selalu pakai buku fiksi, nggak pernah lewat buku-buku semacam "How to Write Your Novel", jadi modal analisis teknik dari bacaan yang ada dan nggak biasa nulis pakai teknik. Tapi tentu, saya harus coba juga belajar nulis pakai teknik supaya tahu ada sekat-sekat tersendiri dalam tulisan. Seperti namanya, 8 Sequences ini terdiri dari delapan rangkaian adegan yang membentuk ide dasar skenario. Kalau dalam novel, ini kurang lebih sama kayak plot, tapi ada beberapa struktur yang beda. Rangkaian 8 Sequences sendiri bisa dilihat dalam foto Koh Ernest di atas, yaitu tabel berisi delapan urutan adegan.

Sequence 1: Character Introduction dan Inciting Incident

Character Introduction adalah bagian ketika kita mengenalkan karakter kita kepada penonton. Idealnya, setiap film pasti memunculkan karakternya pada awal film, meski ada pula film-film misteri yang bahkan baru memunculkan karakternya menjelang akhir. Bagian ini dilakukan agar penonton mengenali karakter utama, pun karakter-karakter pendukungnya. Perkenalan ini nggak bisa dilakukan terlalu lama, maksimal 10 menit kata Koh Ernest, karena bosen juga kalau kelamaan. Saya ambil film Susah Sinyal lagi ya sebagai contoh, bagian Character Introduction di sini adalah ketika film menampilkan sosok Kiara yang dijelaskan sebagai siswi SMA yang dekat dengan neneknya, jago menyanyi, dan aktif menjadi selebgram. Lalu, muncul juga karakter Ellen yang diceritakan sebagai pengacara. Ada pula karakter-karakter lain seperti Nenek Kiara (Ibunya Ellen), Iwan, sampai Saodah dan Ngatno. Dalam Character Introduction, tokoh memang belum dijelaskan secara detail, namun paling nggak pentonton sudah tahu siapa aja kira-kira tokoh utama dan pendukung film. 

Kemudian, setelah memperkenalkan karakter, cerita dimulai hingga film sampai pada bagian Inciting IncidentInciting Incident bisa dibilang sebagai suatu kejadian yang membuat karakter berubah menuju Goal. Jadi, saat Character Introduction, karakter-karakter dalam cerita belum tahu apa tujuannya, ketika Inciting Incident barulah penulis memasukkan tujuan karakter itu (bukan tanpa sebab). Contohnya, dalam film Susah Sinyal diceritakan nenek Kiara meninggal, padahal beliau yang selama ini menjadi perantara Ellen dan Kiara. Kiara kehilangan teman curhat dan berubah muram, di sanalah Ellen sadar ia harus hadir untuk Kiara. Ellen berusaha mendekati Kiara, lalu Kiara memberikan ide agar mereka berdua pergi liburan ke Sumba. Ide pergi liburan itulah yang menjadi titik Ellen menuju Goal membangun hubungan baik dengan Kiara. Adegan Inciting Incident ini cukup dibuat satu, yang memang benar-benar penting dan berarti untuk menjadi titik ubah karakter kita. 

Sequence 2: Dilemma dan Decision

Setelah Sequence 1 selesai, kita pindah ke Sequence 2 yang berisi Dilemma dan Decision. Dilemma adalah tahap ketika karakter kita ragu apakah Inciting Incident itu benar-benar harus dilakukan? Pada tahap ini, karakter harus dihadapkan oleh pilihan, untuk tetap pada jalan awal (sebelum ia menemukan Inciting Incident) atau berubah menuju Inciting Incident. Contohnya, Ellen mengalami dilema ketika ia ingin pergi liburan ke Sumba bersama Kiara, namun saat itu ia sedang mendapat klien seorang artis dengan kasus perceraian yang harus ditangani (yang mana jika berhasil, akan meningkatkan reputasi perusahaan konsultasinya). Salah satu dari dilema itu harus ia korbankan, untuk menjadi pilihan menuju Goal.

Pasca sibuk dengan dilemanya, karakter kita harus sampai pada tahap Decision untuk memutuskan pilihan. Pilihan ini nantinya sangat berpengaruh ke jalan cerita, apakah karakter kita akan mencapai wants dan needs-nya? Contohnya, Ellen pada akhirnya memilih untuk liburan bersama Kiara ke Sumba dan menyerahkan kasus kliennya pada Iwan dan Astrid. Keputusan Ellen kali ini berjalan menuju wants dan needs-nya. Ia mengikuti tujuan dalam cerita.

Sequence 3: Journey Begins (Adaptation dan Initial Challenge(s))

Ketika karakter sudah memutuskan pilihannya, ia harus menghadapi tahap Adaptation, yaitu beradaptasi dengan pilihan yang ia ambil. Bisa dibilang, proses Adaptation ini adalah titik ketika konflik cerita dimulai, yang mana tokoh kita berusaha bertahan dengan pilihannya. Dalam film Susah Sinyal, Ellen harus beradaptasi dengan Sumba, sinyal yang susah, juga sikap Kiara yang sulit terbuka padanya. 

Setelah karakter kita mampu beradaptasi, muncullah Initial Challenge(s), yaitu tantangan yang harus ia hadapi, yang pelan-pelan menggoyahkan proses adaptasinya. Sebagai penulis, kita bisa mulai sedikit 'jahat' sama karakter kita di sini. Tantangan ini bisa dibilang seperti subplot dengan obstacle tersendiri, yang nantinya juga harus diselesaikan, namun nggak perlu serumit obstacle utama cerita. Contohnya, Ellen harus bertengkar dengan Kiara saat di Sumba hingga komunikasi mereka memburuk.

Sequence 4: False Victory dan P.O.N.R (Point of No Return)

Bagian ini mulai jahat, sih. Setelah karakter kita mendapat tantangan, kita harus menyelesaikan tantangan itu dengan akhir positif seolah-olah memberikan klu ke penonton kalau si karakter nyaris berhasil mencapai tujuannya. Ibaratnya, di sini kita harus jadi PHP sama karakter kita, dengan memberi mereka kebahagiaan palsu, hahaha. Di sisi lain, adegan  False Victory juga berfungsi untuk mengatur ritme cerita. Kasihan dong karakternya kalau dapat tantangan terus dan nggak pernah bahagia. Contohnya, Ellen berhasil berbaikan dengan Kiara, lalu mereka sempat melihat langit berbintang berdua dan memeluk satu sama lain, yang mana hal itu sudah lama banget nggak pernah dilakukan oleh mereka dan berhasil meruntuhkan kecanggungan di antara keduanya.

Itu kenapa, setelah mendapatkan False Victory, karakter kita akan berkembang menuju Goal, dengan melewati tahap Point of No Return. Dalam adegan ini, karakter kita seolah membuat janji atau kesepakatan yang membuat dia nggak bisa balik lagi ke pilihan di awal cerita (yang bertolakbelakang dengan tujuannya). Kata Koh Ernest, ibaratnya tokoh kita udah bertekad mau ngelawan musuh di seberang jembatan, tapi pas dia berhasil nyeberang, jembatannya runtuh sehingga dia nggak bisa balik lagi. Mau nggak mau, dia harus hadapin musuhnya. Nah, sama halnya di film Susah Sinyal, Ellen berjanji sama Kiara untuk nemenin dia ke audisi menyanyi, yang mana janji Ellen itu sangat berarti buat Kiara dan bikin Ellen nggak bisa balik ke situasi awal.

Sequence 5: Bigger Problem

Nah, ini dia tahap ketika kita jadi penulis yang paling jahat. Pada tahap ini, karakter kita akan mendapatkan masalah besar yang bisa aja menggagalkan tujuannya. Adegan Bigger Problem ini bisa satu, bisa pula bertubi-tubi (emang dasar jahat sama karakter sendiri). Terkadang memberikan masalah bertubi-tubi emang asyik (?) tapi jangan sampai kita nggak berhasil menyelesaikannya satu persatu dan nggak meninggalkan hikmah apa pun dari masalah itu, seperti halnya Tuhan menciptakan masalah nggak cuma buat pemanis sambil main dadu #asek. Dalam Bigger Problem ini, kasus klien Ellen ternyata semakin parah karena ketahuan berbohong, sehingga Ellen harus menghadiri sidang yang bertepatan dengan hari audisi Kiara. Sidangnya ternyata berjalan cukup panjang karena menghadirkan saksi, sehingga pada akhirnya Ellen melewatkan audisi Kiara. Ia mengingkari janjinya. Hubungan mereka pun kembali merenggang. 

Sequence 6: Defeat dan Rock Bottom

Masalah nggak berhenti di Sequence 5, karena pada Sequence 6, kita harus membuat karakter kita lebih merana lagi. Dimulai dengan Defeat, yaitu adegan ketika Bigger Problem berhasil mengalahkan Goal kita. Hadirnya Bigger Problem membuat karakter kita tampak mustahil untuk mencapai Goal, karena usahanya sudah kandas di Sequence 5. Dalam Susah Sinyal, Kiara gagal lolos audisi menyanyi karena ia memikirkan Ellen yang nggak kunjung datang. Alhasil, ia marah besar pada Ellen. 

Setelah itu, karakter kita akan masuk pada tahap paling jatuh dalam cerita, yaitu Rock Bottom. Dalam adegan ini, karakter kita akan kehilangan motivasinya menuju Goal, bahkan terpuruk pada kegagalannya. Ini bisa jadi tahap paling sedih, menyakitkan, sekaligus menyebalkan dalam cerita. Contohnya, pada tahap ini, hubungan Ellen dan Kiara retak karena hilang rasa percaya, sampai Kiara akhirnya kabur ke Sumba untuk menghindari Ellen. Keduanya sama-sama patah hati karena nggak berhasil menyelamatkan hubungan mereka.

Sequence 6 juga menjadi tahap yang tepat jika kita ingin memasukkan twist

Sequence 7: Revival

Koh Ernest sempat bilang kalau Sequence 7 adalah tahap yang paling sulit sekaligus penting, karena pada tahap ini, karakter kita harus bangkit untuk memperbaiki kesalahan atau kegagalannya. Biasanya, adegan Revival ini dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kebetulan, datang dari orang lain, atau menuai klu yang sudah ditabur sejak awal. Contohnya dalam film petualangan, karakter bisa mengetahui letak harta karun dari nggak sengaja gali eh ketemu deh, diberi tahu orang lain "harta karunnya ada di sana!", atau mengikuti petunjuk sejak awal hingga akhirnya menemukan harta karun. Menurut Koh Ernest, sebaiknya sebuah film hanya memasukkan salah satu unsur di atas sebagai Revival, karena kalau tiga-tiganya disatuin bakal jadi too good to be true. Dalam Susah Sinyal, Ellen akhirnya mengejar Kiara ke Sumba, lalu menjelaskan permasalahan sejak awal kepada Kiara. Saya menempatkan ini sebagai Revival yang datang dari orang lain, kalau nggak salah ya namanya juga interpretasi, hahaha. Jadi, kehadiran Ellen justru membuat Kiara sadar tentang permasalahan mereka dan sama-sama berusaha mencari jalan keluar untuk kembali membangun hubungan baik. 

Sequence 8 : Resolution

Akhirnya sampai juga di bagian ini! *embuskan napas* Yap, bisa dibilang, Sequence 8 adalah akhir dari cerita yang berisi resolusi konflik. Nah, tapi jangan salah, pada bagian ini, karakter kita sudah nggak melakukan usaha penyelesaian, tetapi menjalani hasil dari penyelesaian konflik dari Sequence 7. Jadi, Sequence 8 ini hanya berisi efek dari Revival. Kalau kita masih memasukkan usaha karakter menyelesaikan masalah, berarti letaknya masih di Sequence 7, belum sampai pada akhir dari cerita. Contohnya, Ellen dan Kiara pada akhirnya saling memaafkan, kemudian mereka berhasil membangun hubungan baik. Cerita ditutup dengan pesta kecil-kecilan di rumah mereka. Bisa dibilang, dalam cerita ini, karakternya berhasil mencapai wants dan needs dalam tujuannya. Kalau kita mau jadi penulis yang nyebelin, kita juga bisa kasih twist pada sequence ini untuk membuat penonton terkejuddd.  

Kurang lebih itulah 8 Sequences versi yang bisa dijelasin oleh Laili. Waktu dengerin penjelasan soal ini, rasanya masih bisa masuk di akal dengan mudah. Tapi waktu diminta bikin 8 Sequences dalam waktu 90 menit, lumayan nguras otak juga, hahaha. Jujur, menyusun 8 Sequences benar-benar jadi tantangan karena logika dan perasaan harus jalan berdampingan. Di sisi lain, yap.. teknikal banget, kan? :') Saya sengaja pakai contoh film Susah Sinyal karena unsurnya lengkap dan berurutan dengan 8 Sequences (karena kayaknya ada beberapa film luar negeri yang tahapan 8 Sequences-nya ngacak, pastinya lebih rumit lagi dari ini). Jadi, buat temen-temen yang belum pernah nonton Susah Sinyal, monggo nonton filmnya di iflix atau HOOQ buat belajar juga. Oh iya, Koh Ernest juga sempet kasih rekomendasi buku Save The Cat karya Blake Snyder buat kita yang mau belajar dasar-dasar penulisan skenario.

Credit: IG @kelas_skenario

Terima kasih banyak buat Koh Ernest Prakasa dan tim yang sudah memberikan kesempatan buat 100 orang peserta mengikuti #KelasSkenarioErnestPrakasa! Ilmu adalah hal yang paling berharga dari apa pun dan nggak bisa dibayar dengan apa pun untuk dibagi. Senang juga bisa ketemu banyak temen baru yang kece-kece dan punya ide keren untuk skenario film. Oh iya, untuk info lengkap #KelasSkenarioErnestPrakasa selanjutnya mungkin bisa temen-temen cek di IG @kelas_skenario. 

Sukses selalu untuk Koh Ernest! :)

  • Share:

You Might Also Like

3 komentar

  1. thanks le udh berbagi ilmu soal kepenulisan, wahh jadi makin paham, seneng bisa baca blog leli lagi, hehe . good job le , :-D

    ReplyDelete
  2. Aku baru nemu blog kamu nih, makasi ya udah share tentang 8 sequences :)
    Boleh tau nggak, waktu itu kamu ngirim premis kaya gimana yang akhirnya bisa kepilih untuk ikutan kelas skenario ini.

    ReplyDelete