Berkaca kepada Diri, Sekali Lagi

By Laili Muttamimah - August 26, 2023


Tampaknya, kini saya hanya bisa menulis saat ulang tahun tiba. Semakin dewasa, ulang tahun menjadi momentum refleksi diri. Nggak banyak ekspektasi yang saya miliki untuk ulang tahun kali ini—selain kesehatan dan hidup yang tenang tanpa beban. Ada banyak hal baik yang saya dapatkan sepanjang perjalanan saya menuju usia baru ini, namun beberapa waktu belakangan, saya juga kehilangan hal-hal yang berarti untuk saya.

Kepergian seorang teman lama yang amat baik cukup membuat saya terpukul dan insomnia beberapa hari. Saya nggak hanya memikirkan kepulangannya yang tiba-tiba, tetapi juga fakta bahwa kita pun bisa “dipanggil” kapan saja. Bahwa mungkin, momen bahagia yang saya rasakan hari ini belum tentu akan saya dapati lagi esok hari. Seperti yang Ibu saya bilang, kita nggak akan tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita lima menit ke depan. Selama beberapa hari, saya mencoba berdamai dengan rasa hampa itu, meski sulit sekali rasanya… membayangkan dia yang kemarin masih tertawa bersama kita, tiba-tiba sudah nggak bisa lagi kita temui.


But they said, some left, but more to come.


Meski ada hal-hal yang membuat saya sedih, Tuhan juga Maha Baik karena masih memberikan saya kesempatan, rezeki, dan pengalaman untuk merasakan hal-hal yang selalu saya doakan. Saya menikmati hidup saya saat ini, dengan lingkaran pertemanan yang lebih kecil, menyisakan keluarga, orang terkasih, dan sahabat-sahabat saya yang bahkan sudah nggak sampai 10 orang jika ditotal. Namun, saya nggak menyangka, melalui momen-momen sederhana bersama mereka nyatanya meninggalkan bahagia yang mendalam. Saya merasa nggak butuh lagi validasi dan basa-basi mengenai pertemanan, karena pada akhirnya mereka nggak pernah ada di sini. Saya pun sadar, semua orang sibuk dengan dunianya masing-masing, sehingga alih-alih merasa sepi dan ditinggalkan, saya justru memilih mengikhlaskan. Lagipula, punya lingkaran pertemanan super kecil membuat energi bisa dikelola lebih baik. Saya nggak harus menempatkan perasaan dalam setiap hubungan, sebagian besar hanya cukup “sebatas leher” saja. Menjadi terlalu personal dan perasa membuat saya lelah jika harus selalu memprioritaskan perasaan orang lain di atas perasaan saya sendiri. Jadi, menutup beberapa pintu hubungan menjadi pilihan yang saya yakini tepat untuk saat ini. 


Dan beginilah, belum sampai kepala tiga, saya sudah bisa membayangkan akan hidup bersama siapa saja kelak. Namun, saya sama sekali nggak keberatan. Toh, buat saya, hidup hanya panggung senda-gurau, tempat kita memupuk segala kenangan sebelum mendapat giliran berpulang. Saya nggak mau menghabiskan waktu yang saya miliki untuk memikirkan orang lain beserta masalah yang nggak penting. Terkadang, ketidaktahuan adalah kebahagiaan. Menjaga jarak dari hal negatif membawa hidup jadi lebih tenang. Sederhana tapi bahagia lebih baik, dibanding mewah tapi penuh kepura-puraan. Alih-alih memikirkan yang membuat hidup semakin berat, mengapa nggak menikmati saja setiap momen kecil yang ada?


Jadi, untuk senang dan sedih yang akan datang, segala pencapaian dan kehilangan, saya percaya Tuhan sudah mengatur semuanya, dan saya hanya perlu menjalani sebaik-baiknya.


Selamat 27, Laili.




22.50

Ditulis di kereta pulang setelah bekerja seharian.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar