Setelah Dia Pergi

By Laili Muttamimah - March 10, 2014


Akhir-akhir ini, saya dan teman-teman sedang ada di situasi yang sama. Di saat lagi pusing-pusingnya mikirin ujian menuju kelulusan, masalah baru malah bermunculan. Masalah kecil, yang bikin dampak besar. Masalah yang bisa jungkir balik mood sampai titik terendah dan bikin kita nggak semangat lagi.

Memang benar, yang namanya kebahagiaan nggak pernah ada yang lengkap. Nggak ada kebahagiaan yang sempurna. Satu detik kita merasa bahagia, detik selanjutnya kita harus siap-siap terima sedihnya. Satu paket, kan?

Posisi paling nggak enak adalah ketika kita nggak bisa move on dari seseorang yang udah move on ke orang lain. Berasa kayak kita adalah satu-satunya orang yang selalu melakukan hal paling bodoh—demi a little thing called love—yang tanpa sadar bikin kita terperosok dalam lubang dan butuh tangan orang lain untuk bangun dari lubang itu.

Seseorang memang harus jadi munafik untuk merelakan orang yang disayanginya pergi.

Benar, kan? Apa ada orang yang dengan tulus—tanpa sedikit pun perasaan kecewa dan cemburu—ketika merelakan orang yang dia sayang buat orang lain? Berani bertaruh, nggak ada!

Ketika orang yang kita sayangi pergi, yang perlu kita lakuin hanyalah membiarkannya pergi. Memmangnya kita bisa ngelakuin apa lagi? Jungkir balik dan teriakin namanya sampai nangis di depan dia dan berharap dia peka? Stop it. Seseorang yang 'belum tentu jodoh kita' itu nggak pantes dapat air mata kita segitunya. Ketika kita mencoba lari dari orang itu, dan dia nggak menahan kita, maka lanjutkanlah langkah itu. Jangan nengok lagi!

Ketika kita sayang sama seseorang, yang kita lihat cuma kebaikannya dia aja. Gimana dia bikin kita senang, nyaman, dan embel-embel lainnya. Tapi, ketika orang itu nyakitin kita, maka itulah dia yang sebenarnya. Sifatnya yang selama ini kita tutup-tutupi, yang nggak mau kita akui. Sikapnya yang berkali-kali menyuruh kita pergi dan bodohnya kita masih aja cari celah untuk dapat setitik harapan dari dia.

Ketika dia memilih orang lain, biarin dia bahagia. Karena siklusnya akan tetap sama. Bisa aja, kebahagiaan yang kita rasakan sekarang cuma kebahagiaan sesaat—yang nantinya akan menimbulkan luka yang sama. Kalau kita merasa, dia adalah satu-satunya alasan yang bikin kita tersenyum, coba ingat di saat kita belum kenal dia dan kita bisa teretawa. Meskipun kita sayang sama dia, at least, dia bukan satu-satunya orang di dunia ini. Kita nggak perlu sibuk-sibuk memikirkan dia bakal jadi jodoh kita atau gimana, semua sudah ada jalannya. Percaya, semua ada siklusnya. Simpen air mata itu, karena suatu hari kita bakal nangisin keberhasilan yang kita lakukan—karena bisa bahagia tanpa dia.

Semua orang pernah gagal move on, pernah disakiti, pernah menyakiti—hidup itu adil. Ketika dia sayang sama yang lain, kita nggak bisa maksa dia buat tetap sama kita. Coba pikir, gimana kalau kita ada di posisi dia dan dipaksa buat sayang sama seseorang? Nggak mau, kan, jalani cinta karena paksaan? Kalau kita pikir, kenapa dia move on cepat banget? Mungkin itu karena cowok lebih mikir pakai logika—alasan klise memang—tapi bener adanya. Kenapa kita nggak jadi kayak cowok aja sesekali? Berpikir kalau: Gue bisa mendapatkan yang lebih baik, bukan yang sama.

Semua orang pernah merelakan, jadi nggak usah mikir kita kayak begini sendirian. Lihat sekeliling, masih banyak hal yang bisa kita lakuin dan nikmatin. Kita bisa senang-senang bareng keluarga dan teman-teman, perbanyak kegiatan, belajar serius, berkarya, fokus sama hobi, me time, dan banyak hal yang bisa kita lakukan tanpa dia.

Sekarang angkat kepala tinggi-tinggi, dan berjanji kalau air mata ini nggak boleh jatuh lagi. Berjanji kalau kita akan jadi lebih baik—dan lebih sukses—setelah dia pergi. Berjanji kalau setelah ini, kita akan buat banyak orang bahagia akan kehadiran kita. Berjanji kalau setelah ini, kita akan bikin dunia melihat kita.

  • Share:

You Might Also Like

6 komentar

  1. Dan pada kenyataannya setiap orang pernah ngalamin hal itu .
    Dan pada akhirnya beberapa orang yang mengalami itu hanya bisa diam , mencoba ikhlas dan merelakan .
    mengihlaskan seseorang emang gak gampang :D
    (keren leliiiii ;) )

    ReplyDelete
  2. merelakan tidak harus dengan banyak bicara, "gue udah move on" tapi cukup mantepin dalam hati tanpa perlu mengumbarnya. yakan le? karena sebenarnya sekuat apapun pikiran meminta untuk merelakan, tapi kalau hati masih aja tertuju kesana, belum bisa disebut ikhlas (move on)kan? jadi, gausah bilang "move on" tapi bisikin dalam diam kalo kita bisa tanpa dia, dan biarin semua mengalir apa adanya.
    itu yg sedang gue coba lakukan. hihi :'''

    ReplyDelete
  3. kata orang jodoh itu udah ada yg ngatur, jd deketin yang ngaturnya aja...
    hehe

    ReplyDelete
  4. thats true :( .. what i fell now

    ReplyDelete
  5. saya pernah mengalaminya...bahkan udah mau nikah...dia tiba2 datang tanpa alasan yg jelas minta putus....meski pada akhirnya ternyata karena pria lain...awalnya aku menyalahkan diri sendiri...dan pada akhirnya aku sadar..bahwa...kalopun dia cinta...dia ga akan pergi...dan sadar bahwa Love is happy when it is able to give something...The ego is happy when it is able to take something.....

    ReplyDelete