Pengalaman Pertama Ngisi Kelas Nulis!

By Laili Muttamimah - May 20, 2018

Whoaaa, setelah sekian lama hiatus nulis, kali ini saya mau sharing tentang pengalaman mengisi kelas menulis bulan April lalu! Sekitar awal bulan April, seorang senior yang juga dosen fotografi di kampus saya tiba-tiba menghubungi via chat. Namanya Vidya, saya memang akrab dengannya sejak semester lima karena dia pernah menjadi asisten dosen sewaktu saya mengambil mata kuliah fotografi. Saya nggak nyangka, dalam chat itu, dia mengajak saya untuk menjadi pemateri dalam kelas nulis di rumah belajarnya. Yap, Vidya dan keluarganya membuka Rumah Belajar Wijayakusuma (RBW) di rumahnya. Nggak cuma nulis, selama ini RBW sudah ramai dibuka untuk banyak kelas, mulai dari kelas memasak, sampai DIY!

Tentunya, saya nggak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Sejujurnya, ini adalah pengalaman pertama bagi saya mengisi kelas menulis secara profesional (dalam arti, berbayar). Beberapa kali saya sempat menjadi pemateri dalam kelas menulis, namun hanya dalam lingkup organisasi kampus dan tentunya nggak dipungut biaya. Terus terang, saya merasa lumayan gugup ketika memikirkan materi apa saja yang harus saya sampaikan. Yang terlintas di benak saya adalah para peserta kelas nanti sudah mengeluarkan uang untuk saya, saya nggak mau mereka pulang tanpa mendapatkan apa-apa. Jadi, sekitar seminggu sebelum kelas berlangsung, saya mulai menyusun materi untuk kelas menulisnya. 


Vidya memberikan keleluasaan bagi saya untuk membuat materi. Kebetulan, karena pengalaman saya selama ini adalah menulis fiksi, jadi secara teknis saya lebih menguasai penulisan fiksi daripada non fiksi. Alhasil, topik yang saya bawakan mengerucut pada bagaimana cara membuat novel, menentukan unsur intrinsik, sampai bagaimana cara agar novel kita lolos ke penerbit. Semua materi ini saya buat berdasarkan pengalaman saya, karena sebenarnya ada banyak tips menulis yang bisa kita dapat di internet, namun banyak pula yang nggak sesuai dengan proses menulis pada kenyataannya.

Kelas menulis hari itu dihadiri oleh tiga orang. Mereka adalah Mbak Lien, Mbak Ade, dan Mbak Melani. Untuk ukuran kelas yang saya isi pertama kali, peserta tiga orang dapat dibilang cukup, karena kelas ini berbasis workshop yang mana saya harus menjelaskan dari sisi teknis maupun konsep, dan saya juga harus lebih dekat dengan para peserta untuk memastikan materi saya tersampaikan. Hal ini mungkin berbeda dengan mengisi seminar menulis dengan peserta 100 orang, yang mana si pemateri nggak selalu memastikan apakah peserta yang menyimak benar-benar paham dengan materinya.



Meski hanya tiga orang, kelas menulisnya tetap berjalan seru! Buat saya, lebih enak mengisi kelas kecil dengan peserta yang fokus dan bersemangat daripada sebaliknya. Para peserta kelas mungkin usianya memang lebih tua di atas saya, namun saya mengacungi jempol pada semangat mereka untuk menulis. Mereka benar-benar menyimak, mencatat, dan nggak jarang melemparkan pertanyaan di sela-sela materi. Kelasnya menjadi hidup dan diskusi kami benar-benar terbuka. Dalam kelas tersebut, saya juga banyak belajar dari para peserta, karena masing-masing dari mereka juga membagikan pengalaman seputar menulis.

Ketika tiba pada sesi diskusi, saya baru tahu kalau ternyata para peserta kelas menulis lebih condong untuk menulis naskah non fiksi. Meski begitu, mereka ingin tahu bagaimana caranya menerbitkan tulisan mereka melalui penerbit. Mbak Lien tertarik untuk membuat buku seputar DIY, Mbak Ade ingin menulis tentang catatan perjalanannya, dan Mbak Melani suka membuat resep! Menurut saya, ini hal yang bagus karena setiap peserta sudah tahu akan minatnya masing-masing, mereka juga sudah punya konsep, tinggal eksekusinya aja yang harus 'diniatkan'. 

Menulis memang kedengarannya mudah, kelihatannya nggak susah, tapi nggak tahu kenapa... ketika dijalani, ada aja tantangannya. Pengalaman saya, tantangan dalam menulis itu kebanyakan datang dari diri kita sendiri, yaitu MALAS memulainya. Padahal ketika kita sudah memulai, percaya deh, susah berhenti rasanya karena menulis itu benar-benar asyik! Ditambah lagi, kalau kita nggak dapat deadline dari penerbit, wah makin malas deh rasanya memulai tulisan kita. Tapi, kalau nggak dimulai, kapan selesainya? :p


Dalam diskusi, para peserta sangat antusias ketika saya membahas bagaimana caranya mengirim naskah ke penerbit. Ternyata, beberapa dari mereka sering mendengar isu bahwa jika ingin naskah diloloskan oleh penerbit, kita harus membayar kepada penerbit itu. Ini mungkin bukan kali pertama saya mendengar pernyataan tersebut, padahal menerbitkan naskah di penerbit itu 'seharusnya' gratis. Saya sudah tiga kali menerbitkan novel, dan tidak pernah diminta sepeser uang pun untuk menerbitkan naskah saya. Namun, saya berasumsi, mungkin beberapa penerbit indie ada yang masih meminta penulis membayar untuk biaya cetak dan sebagainya dengan sistem beli-putus. Tapi, dalam kasus saya dan penulis-penulis yang saya kenal, kami nggak pernah diminta uang dari penerbit. Malah, mereka yang mengeluarkan uang untuk mencetak karya kita.

Pengalaman mengisi kelas menulis pertama benar-benar menyenangkan! Saya suka ambisi dan semangat para peserta dalam menulis. Bahkan, mata mereka berbinar-binar ketika membicarakan konsep buku yang akan dibuat. Namun, proses menulis itu sama seperti kegiatan lainnya, harus dimulai dari 'kebiasaan'. Itu mengapa, saya menyarankan kepada para peserta untuk mulai membiasakan diri dengan menulis blog minimal seminggu sekali. Blog bisa menjadi wadah latihan yang asyik karena kita bisa menulis apa pun dengan gratis dan menilai bagaimana tulisan kita. Ditambah lagi, kalau kita rajin, blog kita bisa ramai pembaca, terus jadi blogger terkenal, deh (maunya, hahaha)! Saya percaya setiap orang pasti bisa menjadi penulis, semua kembali pada kegigihan untuk memulai dan menyelesaikan tulisan yang sudah mereka buat. Jadi, sudah sejauh mana kalian menyelesaikan tulisan kalian? :D


Terima kasih, Rumah Belajar Wijayakusuma, atas kesempatan yang luar biasa! Dengan menjadi pemateri di kelas ini, saya sadar bahwa sejatinya, belajar bukanlah perihal siapa yang lebih hebat, tetapi bagaimana kita membuka diri untuk membagi apa pun yang kita punya dan menerima ilmu dari orang lain. :)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar