Melihat Wajah Baru Kota Tua Jakarta

By Laili Muttamimah - October 03, 2018


Ketika melihat foto di atas, apa kalian menyangka kalau Jakarta yang sesak dengan kemacetan dan pencakar langitnya punya pojok tua romantis seperti ini? Bagi saya, pemandangan ini benar-benar di luar ekspektasi. Saya bahkan menyisakan beberapa menit hanya untuk memandangi sajian di depan mata saya dengan takjub. 

Ya, setelah sekian lama nggak main bareng (cielah), akhirnya Senin kemarin saya dan Ibnu memutuskan untuk berkunjung ke Kota Tua Jakarta. Ini adalah kunjungan ketiga kami, yang entah kenapa nggak pernah membuat kami bosan untuk mampir lagi dan lagi. Kebetulan, saya juga ingin datang ke salah satu acara yang diselenggarakan Gramedia.com, yaitu The Readers Fest. Ada banyak diskon buku di sana, mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000. Sebagai pecinta buku, tentu ini jadi sinyal yang menggiurkan buat saya. Entah kenapa, diskon buku selalu bikin saya kalap daripada diskon baju atau sepatu. Dan saya menyesal karena belum pernah main ke BBW sampai hari ini, hahaha.

Jadi, saya berpikir, mumpung main ke Jakarta Kota, sekalian aja keliling ke tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi. Selama ini, seperti kebanyakan turis, kami selalu stuck di area pusat Kota Tua. Belum lama ini, saya sering membaca berita bahwa pemerintah kota sedang melakukan revitalisasi pada beberapa bangunan di Kota Tua. Alhasil, Senin kemarin, kami berambisi untuk menyambangi bangunan-bangunan yang sudah selesai direvitalisasi itu satu persatu. I can say, it was a wonderful journey! Sebut saya norak, tapi sungguh perjalanan kemarin benar-benar menyenangkan karena saya menemukan tempat beserta suasana baru. Berikut ini adalah itinerary yang kami buat untuk setengah hari:

1. Datang ke The Readers Fest di Gedung Tjipta Niaga

Agenda utama kami (saya sih lebih tepatnya, Ibnu ikut-ikut aja. Hehe) adalah mampir ke The Readers Fest, jadi tentu masuk ke itinerary paling awal. Kami tiba di kawasan Kota Tua Jakarta sekitar pukul 11 siang, lalu berkeliling untuk mencari Gedung Tjipta Niaga. Kami sempat melihat banner The Readers Fest terpasang di pinggir jalan, namun nggak ada petunjuk khusus yang mengarah ke Gedung Tjipta Niaga. Bermodal Google Maps dan Waze, kami malah nyasar entah ke mana, hahaha. Kami jalan kaki sekitar 2 KM mengikuti map, tapi malah sampai di tempat antah berantah. Jam menunjukkan pukul 12 siang, matahari seolah tepat di atas kepala, dan perut kami keroncongan luar biasa, akhirnya kami kembali ke area Kota Tua. 

Tiba-tiba, dalam perjalanan balik, Ibnu bilang, "Aku yakin di sini nih tempatnya." Dia nunjuk ke arah gang kecil yang ditutupi seng, saya cuma balas dengan tatapan nggak yakin. Akhirnya, saya mengikuti Ibnu masuk ke gang kecil itu, dan voila! kami tiba di Gedung Tjipta Niaga. 

Laili: "Lho, ini kan yang tadi kita lewatin! Itu banner yang tadi kita liat."
Ibnu: "Kan aku bilang juga apa, kamu malah maksa ikutin Waze."
Laili: "#$%@&@("
Ibnu: "%)*&^(&"

Sebelum debatnya makin panjang kayak debat Capres & Cawapres, kami akhirnya masuk ke Gedung Tjipta Niaga. Anyway, The Readers Fest ini diselenggarakan dari tanggal 1-7 Oktober 2018, bahkan untuk tanggal 5-7 Oktober ada talkshow juga dari penulis-penulis terkenal. Jadi, kalau kalian mau berkunjung, masih bisa kok akhir pekan ini. Tapi, saya  memutuskan untuk datang pada hari pertama karena ingin menghindari keramaian  dan berharap persediaan buku-buku yang dijual masih banyak. Sesuai harapan, pengunjung yang datang masih sedikit dan bukunya melimpah. Hanya saja, setelah satu jam berkeliling, saya cuma menemukan satu buku yang ada dalam daftar saya. Buku-buku di sana kebanyakan non fiksi, pun untuk fiksi banyak tersedia buku-buku anak. Ya, namanya juga diskon, lebih baik nggak usah berekspektasi tinggi. Setelah pulang dari The Readers Fest, kami memutuskan untuk makan siang dan beli es krim di Indomart karena suhunya 32 derajat celcius!

Pesan untuk kalian yang mungkin belum pernah berkunjung ke Gedung Tjipta Niaga (karena ini bangunan tua yang baru saja direvitalisasi), pelajari dulu lokasinya di Google sebelum berangkat, jangan lupa cari tahu seperti apa bentuk gedungnya, karena saya nggak melakukan itu sebelum berangkat. Tapi, kalau kalian mau berpetualang alias nyasar kayak kami sih nggak apa-apa, hahaha. Di bawah ini adalah bangunan Gedung Tjipta Niaga, saya foto dari kawasan Kali Besar.


2. Menyusuri Kali Besar Jakarta

Setelah ISHOMA, tepat pukul setengah 3 siang, saya dan Ibnu memutuskan untuk kembali berkeliling. Kali ini, kami pergi ke kawasan Kali Besar Jakarta yang juga baru direvitalisasi. Saya sering melihat foto revitalisasi Kali Besar ini di Instagram maupun portal berita, tapi rasa kagum tetap menyerjap begitu melihatnya dengan mata telanjang. 

"I think we're going to Jakarta Kota, but where is it? Amsterdam?"



Sambil berjalan kaki dan foto-foto, saya dan Ibnu tak berhenti membahas betapa bagusnya hasil revitalisasi Kali Besar ini. Kami belum pernah ke Amsterdam, tapi suasana siang itu benar-benar membuat kami merasa tengah menginjakkan kaki di sana. Bangunan-bangunan tua berdiri kokoh di sepanjang kanal dengan cat yang mulai pudar, air kali yang dulu hitam pekat dan bau kini berwarna kehijauan dan beraroma kaporit, lalu jalan setapak yang sepi dihiasi patung-patung unik. Bahkan (maafkan kami untuk ini), kami sempat bersyukur bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia dan meninggalkan arsitektur khasnya di sudut kota Jakarta. Kami nggak bisa berhenti tersenyum saat memperhatikan setiap bagian dari revitalisasi Kali Besar. Sungguh, kalian harus mengunjunginya pada sore hari dan menyaksikan matahari terbenam dari tempat ini.



3. Mampir ke Gedung Kerta Niaga

Itinerary kami selanjutnya adalah mengunjungi gedung revitalisasi yang lain, yaitu Kerta Niaga. Gedung ini terletak di area pusat Kota Tua, tepat di sebelah Historia Cafe. Dulunya, gedung ini hanya bangunan tua yang terlupakan. Namun, setelah direvitalisasi, gedung ini berubah fungsi menjadi marketplace! Bayangkan... gedung tua dengan arsitektur Belanda, kini diisi banyak kafe dan pusat perbelanjaan. Wah, saya langsung nggak sabar masuk ke sana!


Konsep marketplace ini mengingatkan saya pada Setiabudi One, namun interior Gedung Kerta Niaga jauh lebih juara karena konsep Belanda-nya masih melekat. Kadang saya berpikir, keren kali ya kalau mal di Jakarta pakai konsep seperti ini? Jujur, saya tipe orang yang kurang suka pergi ke mal (kecuali ada yang mau dibeli), karena suasana mal ya monoton begitu-begitu aja. Tapi, Gedung Kerta Niaga menyajikan hal lain, bahkan beberapa kafe di dalamnya punya interior yang unik dengan aksen tembok bata merah. Kami akhirnya mampir untuk jajan thai tea dan ngobrol cukup lama sambil beristirahat. Sepertinya, tempat ini bakal jadi salah satu tempat favorit kami, tentunya kami ingin berkunjung ke sini lagi kalau kembali ke Kota Tua nanti! 




4. Menghabiskan Sore di Gedung Olveh

Sebelum hari beranjak semakin sore, kami melanjutkan perjalanan ke itinerary terakhir, yaitu Gedung Olveh! Gedung Olveh ini letaknya di luar area Kota Tua Jakarta, tapi dekat dengan Stasiun Jakarta Kota. Nama gedung ini sering saya lihat di berita maupun Instagram @jakartagoodguide, merupakan salah satu gedung tua yang juga direvitalisasi. Sebenarnya, gedung ini terkenal dengan salah satu kafenya yang terletak di lantai tiga, yaitu Semasa Di Kota Tua. Namanya unik, kan? Nah, saya lihat di Instagram, kafe itu juga punya interior yang instagrammable, jadi saya ngebet mau ke sana, hahaha. 

Tapi, begitu masuk ke Gedung Olveh, saya sempat kecewa karena ternyata Semasa Di Kota Tua sudah nggak buka lagi di sini. Sekarang, ada kafe penggantinya yaitu Kopi Kopling Olveh yang terletak di lantai dasar. Walau sempat nggak bisa move on (dari ekspektasi foto-foto di Semasa), akhirnya saya dan Ibnu memesan cokelat panas dan ngobrol lagi di Kopi Kopling Olveh. 

Kami sempat dihampiri oleh manajer kafe ini, beliau menjelaskan kalau kafe ini sekarang menggantikan Semasa. Sambil menjelaskan, kami diajak berkeliling kafe dengan nuansa artsy ini. Banyak lukisan bagus di kafe ini, tempatnya pun juga cukup tenang. Cocok banget buat kalian yang mau skripsian, rapat, atau sekadar ngerjain project . Harga minumannya juga terjangkau, seperti cokelat yang kami beli harganya Rp 25.000 secangkir. Tapi, rasanya nggak kalah enak, kok. Nggak tahu kalau untuk kopinya ya, karena kami berdua bukan pecinta kopi (jadi nggak paham rasa kopi yang enak itu gimana) hahaha.




Yap, sepulang dari Gedung Olveh, berakhir pula perjalanan kami di Kota Tua Jakarta hari itu. Kami kembali ke stasiun Jakarta Kota untuk bertarung dengan roker (rombongan kereta) lainnya. Kurang lebih ada 16 bangunan tua di Jakarta Kota yang direvitalisasi (cmiiw), tapi beberapa masih dalam proses sehingga belum bisa dikunjungi. Kami ingin sekali kembali untuk mengunjungi daftar gedung lainnya, penasaran juga mau ikutan program walking tour bareng Jakarta Good Guide. Dari pengalaman kemarin, kami sadar bahwa bukan tempat yang bisa membuat kita bosan saat melakukan perjalanan, tetapi suasana. Kita bisa mendatangi satu tempat yang sama puluhan kali dan jatuh cinta pada suasananya puluhan kali pula. Sejauh ini, kami sangat jatuh cinta pada Kota Tua Jakarta beserta ambisi di dalamnya. Semoga pembangunan di tempat ini cepat selesai dan ada lebih banyak orang yang bisa menikmati suasana di Kota Tua Jakarta sedalam kami menikmatinya :)

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar