Melunasi Janji Kepada Orangtua (dan Diri Sendiri)

By Laili Muttamimah - February 28, 2018


Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah! Rasanya nggak mau berhenti ucapin hamdalah setelah melewati proses ini. Februari 2018 menjadi bulan yang penuh makna untuk saya, karena saya berhasil mempresentasikan skripsi saya di hadapan dosen pembimbing serta penguji dan lulus dengan nilai memuaskan. Selama mengerjakan skripsi, saya selalu ingat ucapan dosen pembimbing saya, Ibu Dr. Rini Sudarmanti, bahwa "Skripsi itu bukan tentang pintar atau niat, tapi bagaimana kita berdoa sama Tuhan dan minta untuk dilancarkan." Saya sadar, bahwa saya bisa melewati proses ini bukan karena saya hebat, tapi karena Allah sedang memudahkan jalan saya.

Ketika pertama kali mengambil skripsi dalam Kartu Rencana Studi, nggak sedikit senior yang berkata kepada saya bahwa skripsi itu sulit untuk diselesaikan. Mereka bilang ada aja hal-hal yang menghambat penulisan skripsi, seperti dosen yang susah ditemui, responden yang susah didapat, sampai judul yang harus diulang dari awal. Sejujurnya, saya baru mulai menulis skripsi pada pertengahan Desember 2017, karena saat itu saya baru mendapat giliran untuk sidang laporan magang di awal Desember. Yang menyedihkan, sampai bulan Desember saya belum tahu judul apa yang akan saya ambil. Awalnya, saya tertarik untuk meneliti citra di media sosial. Namun, dosen pembimbing saya menyarankan untuk melakukan penelitian analisis isi konten citra politik di media sosial, yang pada akhirnya nggak saya setujui karena saya merasa nggak sesuai dengan bidang tersebut.

Pergulatan yang saya rasakan selama menentukan judul skripsi cukup membuat stress, bahkan beberapa kali saya bermimpi sedang memilih judul skripsi. Hal yang paling menggoyahkan rasa percaya diri saat menulis skripsi adalah ketika melihat teman-teman saya sudah jauh mengerjakan skripsinya. Saya masih ingat, waktu itu saya masih harus merevisi hasil sidang laporan magang saya, saya bertemu dengan beberapa teman sekelas di perpustakaan. Mereka bertanya seputar skripsi saya, yang hanya saya jawab dengan gelengan kepala karena memang saat itu saya belum memulai apa pun. Lalu, ketika saya tanya balik, mereka ternyata sudah mengerjakan skripsi sampai Bab 3!!! Dalam penelitian kuantitatif Ilmu Komunikasi, Bab 3 itu berarti sudah sampai ke tahap Metode Penelitian! Jujur, hari itu saya merasa payah dan jauh tertinggal di belakang mereka.

Tapi, saya nggak bisa terpuruk selamanya. Setelah saya menyelesaikan revisi laporan magang hingga hardcover, saya mulai mencari tahu isu-isu terbaru yang mungkin bisa jadi referensi saya dalam menulis skripsi. Saya selalu ingat ucapan dosen-dosen saya bahwa sebaiknya kita menulis skripsi sesuai dengan bidang yang kita sukai. Saat itu, saya membaca beberapa berita online, salah satu dari mereka menampilkan berita hasil press conference Starbucks Indonesia yang mempromosikan kampanye bernama #PINKVOICE. Entah kenapa, hari itu saya merasa berjodoh dengan si #PINKVOICE ini. Sampai akhirnya, saya coba buat kerangka penelitian dan teori yang sekiranya cocok saya gunakan, lalu mengatur jadwal bimbingan dengan dosen keesokan harinya. 

Siapa sangka, judul saya langsung diterima oleh dosen pembimbing saya! Saya mengajukan judul skripsi "Efektivitas Pesan Kampanye #PINKVOICE Starbucks Indonesia di Media Sosial Terhadap Sikap Konsumen Perempuan Mengenai Peduli Kanker Payudara". Bahkan, dosen pembimbing saya yang superbaik ini mengajak saya brainstorming untuk mengembangkan ide penelitian saya. Awalnya saya hanya berpikir apakah kampanye #PINKVOICE ini efektif dalam memengaruhi sisi cognitive, affective, dan conative konsumen perempuan untuk peduli kanker payudara, mengingat saya kuliah di jurusan Public Relations dan kampanye merupakan salah satu tools PR. Namun, setelah brainstorming, saya mendapat banyak masukan, bahwa saya juga bisa melihat apakah kampanye ini dirumuskan semata-mata untuk kegiatan sosial atau ada unsur pencintraan di dalamnya. Ya, namanya juga anak PR, pasti apa yang dilakukan nggak jauh dari citra, kan? Hahaha. 

Singkatnya, perjalanan saya dalam menulis skripsi bisa dibilang rampung dalam waktu dua bulan. Alhamdulillah, saya bahkan nggak merasakan sakit atau turun berat badan seperti yang kebanyakan orang bilang. Saya memang capek, tapi nggak sampai merasa stress. Mungkin karena saya suka tema yang saya ambil dan di sisi lain kemampuan menulis saya benar-benar membantu dalam menyelesaikan skripsi! Ada beberapa teman saya yang mengalami perubahan teori sampai judul ketika melakukan sidang proposal skripsi, tapi alhamdulillah... skripsi saya diperbolehkan lanjut oleh dosen penguji. 

Memang sejak awal masuk kuliah, saya berjanji kepada diri sendiri untuk bisa lulus 3,5 tahun. Ini bukan tuntutan, melainkan tantangan (yang jika tak tercapai, akan jadi pelajaran, bukan penyesalan). Itu mengapa, proses pengerjaan skripsi saya dapat dibilang 'ngebut', yang mana saya bisa menulis dua bab dalam waktu dua hari, dan bimbingan dua kali dalam seminggu. Untungnya, dosen pembimbing saya sabar dan nggak bosen ketemu saya, hahaha.

Di sisi lain, alasan kenapa saya ingin lulus 3,5 tahun sama sekali bukan karena predikatnya, melainkan membantu finansial orangtua saya. Saya ingin sekali meringankan beban mereka, karena di semester 8 ini saya nggak bisa mengajukan beasiswa lagi (karena sudah masuk tingkat akhir). Jika saya lulus 4 tahun, ada kemungkinan orangtua saya harus membayar semester 9, yang mana itu akan memberatkan mereka. Ditambah lagi, saya juga nggak suka mengulur-ulur waktu. Kalau saya bisa lulus cepat (dan kebetulan kampus saya mendukung mahasiswanya untuk lulus 3,5 tahun), kenapa saya harus menunggu waktu lama?

Tapi, proses pengerjaan skripsi ini rasanya seperti magis. Ada hal-hal yang terjadi di luar ekspektasi saya, seperti saya berhasil mendapatkan 100 orang responden hanya dalam waktu dua hari (terima kasih untuk teman-teman yang sudah bantu mengisi dan menyebarkan kuesioner saya!) dan mendapatkan hasil kuesioner yang valid dalam satu kali uji. Saya menganggap kemudahan ini adalah bentuk kasih sayang Allah terhadap saya (ya, mungkin ini terkesan agamis) tapi saya benar-benar merasa jalan saya dipermudah. 


Tepat 27 Februari kemarin, sidang saya berlangsung dari pukul 10 sampai 12. Sebelum sidang, saya hanya tidur tiga jam karena gugup luar biasa. Tapi, alhamdulillah, saya bisa mempresentasikan dan mengelaborasi hasil penelitian saya di depan para dosen, hingga mereka berkata bahwa skripsi saya komprehensif dan memberikan saya nilai A penuh. Lagi-lagi, semua ini berjalan di luar ekspektasi saya.

Dari perjalanan ini, saya belajar bahwa skripsi adalah tentang percaya kepada diri sendiri. Bagaimana kita membangun kerja sama dengan diri kita sendiri untuk bisa menyelesaikannya. Memang benar, kita nggak bisa bergantung dengan siapa pun untuk membuat skripsi kita selesai, kitalah kuncinya! Jadi, saya selalu menekankan pada diri saya untuk tutup mata dan telinga, lalu percaya dengan apa yang sudah kita kerjakan dan usahakan. Nggak usah pedulikan orang-orang di luar sana yang meremehkan kita dan mengatakan bahwa kita nggak bisa, karena kitalah yang mengenal diri kita; baik kelebihan maupun kekurangannya.

Saya ucapkan terima kasih banyak untuk dosen pembimbing dan dosen penguji saya, Ibu Kurniawaty Yusuf, M.Si dan Ibu Atika Budhi Utami M.I.K. Menyelesaikan semua ini terasa seperti paradoks, yang di sisi lain membuat saya lega, sekaligus sedih karena pertanda bahwa setelah ini saya bukanlah mahasiswa lagi.

Terakhir, saya persembahkan pencapaian ini untuk kedua orangtua saya yang nggak pernah bosan mendukung serta mendoakan saya. Akhirnya, janji ayah untuk melihat anak-anaknya menjadi seorang sarjana sudah terlunasi. Setelah ini, biarlah saya menempuh pendidikan yang lebih tinggi dengan usaha saya sendiri. Tanpa ayah dan ibu, saya nggak akan bisa seperti sekarang. Benar kata ayah, hal yang tak bisa dibeli adalah ilmu yang bermanfaat, karena ilmu akan selalu menjadi bekal kita sampai akhir hayat.

Finally, Laili Muttamimah, S.Ikom! 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar