2018, Tahun Merealisasikan Mimpi

By Laili Muttamimah - January 03, 2018


Saya menyebut tahun ini sebagai tahun merealisasikan mimpi-mimpi. Bukan berarti saya nggak berusaha merealisasikan mimpi di tahun sebelumnya, tetapi 2018 menjadi tahun ketika realita kehidupan menjelang dewasa mulai terlihat. Bisa dibilang, tahun ini saya harus lebih serius menata masa depan. Ada banyak hal yang (insya Allah) akan terjadi di tahun ini yang menjadi pintu bagi saya untuk masuk ke dunia baru. Dunia orang dewasa. Dunia yang waktu kecil selalu membuat saya penasaran. 

2018 adalah tahun terakhir saya di perguruan tinggi. Saat ini, saya sudah duduk di semester 7 dan sedang menyelesaikan skripsi saya. Kebetulan, kampus saya punya dua program wisuda, yaitu April dan Oktober. Saya sedang berusaha menyelesaikan skripsi saya untuk program wisuda April, yang mana berdasarkan perhitungan waktu, saya harus selesai sidang dan hard cover skripsi bulan Februari. Beberapa teman saya bilang, saya terlalu ambisius mengejar lulus 3,5 tahun, walaupun sebenarnya saya punya alasan lain, bukan semata-mata mengejar impresi sebagai mahasiswa yang lulus kurang dari 4 tahun. Alasan pertama saya adalah saya tidak ingin memberatkan orangtua saya untuk membayar kuliah di semester selanjutnya. Alhamdulillah, dua semester terakhir, saya mendapat beasiswa dari kampus, dan itu membantu meringankan beban finansial orangtua saya. Tapi, semester ini, saya sudah nggak bisa ikut beasiswa itu karena nggak dibuka untuk mahasiswa tingkat akhir, jadi saya harus cari cara agar orangtua saya nggak perlu membayar kuliah semester delapan saya. Caranya adalah dengan lulus 3,5 tahun. Di sisi lain, saya berpikir kalau kita memang diberi kesempatan untuk bisa lulus cepat, kenapa harus ditunda? Banyak teman saya yang ragu jika lulus 3,5 tahun akan langsung dapat pekerjaan, tapi saya justru menganggap dengan lulus cepat, saya bisa punya waktu untuk belajar hal lain sambil melamar kerja, misal memperdalam kemampuan bahasa asing.

Kenyataan bahwa saya akan melepas status mahasiswa tahun ini membuat banyak pertanyaan muncul di pikiran saya. Mungkin hal ini juga terjadi pada beberapa orang, yang masih ragu untuk mengambil langkah ke depannya. Jika ditanya saya ingin jadi apa, jujur saya sudah menemukan jawabannya. Tapi ada beberapa faktor yang tiba-tiba datang dan menjadi pertimbangan, membuat saya cukup memikirkan kembali langkah yang akan saya ambil.

Saat ini, saya kuliah di jurusan Public Relations. Jujur, saya sangat menikmati jurusan ini dan nyaris nggak pernah merasa jenuh ketika mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Apalagi saya suka nulis, kemampuan itu sudah seperti makanan sehar-hari di Public Relations. Saya sempat membuat rencana kalau saya akan melamar sebagai Public Relations di salah satu perusahaan atau konsultan PR, kemudian mencari beasiswa untuk S2, dan setelah lulus S2, saya melamar sebagai dosen praktisi di kampus tempat saya kuliah saat ini. Di sisi lain, saya ingin tetap mengembangkan hobi saya sebagai penulis, entah nantinya tetap menulis novel atau belajar menulis naskah film juga. Sebenarnya, mimpi saya, sesederhana itu.

Tapi, belakangan ini, orangtua saya mulai sering mengarahkan saya untuk menjadi PNS. Nggak ada yang salah sama sekali dengan menjadi PNS, apalagi orangtua saya juga seorang PNS. Namun, yang membuat saya sedikit kecewa, orangtua saya meminta saya menjadi PNS tanpa mempertimbangkan apakah saya suka atau nggak dengan bidang tersebut. Saya masih ingat ucapan Ayah saya waktu itu. 

"Passion itu nggak penting. Kenyataannya kamu harus bisa kerja apa aja, nggak harus sesuai passion kamu. Nggak ada, tuh, passion-passion di dunia kerja."

Ucapan itu sempat bikin saya down. Percakapan ini bermula ketika Ayah saya meminta saya menjadi pegawai pajak di DJP. Memang, dari dulu, Ayah saya pengin banget saya masuk STAN, walaupun saya gagal lolos ke sana. Saya sempat bilang, kalau nanti lowongan yang dibuka untuk bidang Public Relations, saya mau. Tapi, Ayah saya kokoh meminta saya untuk menjadi pegawai di luar bidang Public Relations. Bahkan ia meminta saya lanjut kuliah di bidang Akutansi atau Perpajakan. (????) Sejak itu, pikiran tentang hal ini sering membuat saya galau. 

Alasan Ayah saya meminta saya menjadi PNS karena pekerjaannya yang (ia bilang) nggak terlalu berat, jam kerja nggak terlalu banyak, gaji dan tunjangan tetap, nggak bakal di-PHK kalau nggak bikin onar, dan yang jelas tempat kita bekerja nggak akan bangkrut. Ditambah lagi, katanya saya perempuan dan bisa tetap mengurus keluarga jika jadi PNS. Tapi, saya tahu, di luar segala 'kestabilan' itu, menjadi PNS juga harus siap mengabdi 40 tahun dengan pekerjaan yang sama dan rela ditempatkan di mana saja. Itu yang masih saya pertimbangkan jika saya bekerja di luar bidang yang saya sukai.

Buat saya, menemukan passion itu sama seperti anugerah dari Tuhan. Banyak orang seusia saya yang mungkin belum tahu apa passion-nya, tapi Alhamdulillah saya sudah menemukan itu. Apakah saya nggak boleh melakukan sesuatu sesuai passion saya? Kebetulan, passion saya juga bisa dilakukan di dunia profesional. Saya senang melihat mereka yang bekerja dengan passion-nya, bisa berkarya dan berkontribusi untuk negeri ini walau lewat hal kecil, karena passion-nya. Saya sudah diberi anugerah ini dari Tuhan, sayang sekali jika saya menyia-nyiakannya. 

Percayalah, saya selalu berusaha membuktikan pada orangtua saya kalau saya bisa berhasil di bidang yang saya sukai atau membuat mereka bangga dengan cara saya sendiri. Tapi, kekhawatiran-kekhawatiran mereka tentang masa depan saya justru membuat saya takut. Saya seperti kehilangan rasa percaya pada diri sendiri. Padahal, saya hanya ingin mendengar keinginan diri sendiri. Rasanya saya ingin berkata; ini hidup saya, biarkan saya jalani dan hadapi tiap lika-liku yang ada. Tapi, mereka nggak menaruh kepercayaan itu pada saya. Saya takut mereka nggak merestui saya jika saya mengambil jalan yang berbeda dari keinginan mereka. 

Di luar masalah karir, saya ingin menghabiskan tahun 2018 bersama orang-orang terdekat. Selama saya kuliah, saya banyak menghabiskan waktu saya untuk mengurus kegiatan organisasi dan menyibukkan diri sampai-sampai saya lupa bahwa menjaga hubungan juga hal yang penting. Jadi, tahun ini, saya bertekad ingin lebih banyak berkumpul dengan keluarga, teman-teman, dan orang terdekat saya. Saya nggak mau hubungan saya terputus karena komunikasi kami nggak berjalan.

Saya ingin menjalani hidup dengan lebih pelan. Seperti yang dosen saya bilang, "Laili, kamu harus coba 'kendorin' hidup kamu." karena saya sadar selama ini saya terlalu keras pada diri saya sendiri. Tahun ini, saya ingin lebih sayang sama diri saya, dengan banyak olahraga dan istirahat yang cukup. Saya ingin punya waktu lebih banyak untuk diri saya sendiri, seperti beli dan baca banyak buku, belajar bahasa, belajar masak, dan menulis novel lagi. 

Saya sadar, saat ini saya sudah nggak bisa seperti saya 4 tahun lalu yang bebas bermain-main. Saya harus lebih matang dalam berpikir dan mengambil keputusan. Saya juga harus lebih mantap dengan diri sendiri sehingga nggak mudah disetir orang lain. Banyak hal yang ingin sekali saya pelajari dan realisasikan. Semoga semesta mendukung saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik tahun ini. :)


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar